Kamis, 28 April 2011

Gaya Hidup Orang Bali, Perpaduan Budaya Barat dan Timur

Upacara Melasti, upacara penyucian benda-benda sakral dalam menyongsong hari Nyepi, merupakan salah satu upacara adat di Bali yang mampu memikat turis domestik ataupun asing untuk berdatangan ke Bali. Pariwisata Bali memang selalu menarik. Pesona alam serta keunikan kultur dan budaya masyarakat Bali menyebabkan pulau ini dikenal sebagai Pulau Dewata. Pesona ini mampu membuai seantero dunia untuk datang mengunjungi Pulau Dewata ini. Bali begitu terkenal, melebihi Indonesia sendiri. Bahkan, tidak semua orang asing tahu bahwa Bali merupakan bagian dari Indonesia.

Bagi Bali, pariwisata merupakan tumpuan utama pertumbuhan ekonomi. Kontribusi yang diberikan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, yang merupakan main dari sektor pariwisata, terhadap PDRB propinsi Bali mencapai 31,98%. Namun demikian, bukan berarti sektor pariwisata ini merupakan satu-satunya kontributor utama pertumbuhan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Pola konsumsi masyarakat Bali sendiri tampaknya memberikan andil yang cukup besar.



Di sektor pariwisata, kedatangan wisatawan asing merupakan berkah bagi masyarakat Bali dan masyarakat pendatang yang bergerak di Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Akibatnya banyak pendatang baik dari wilayah Bali sendiri maupun dari luar Bali yang berdatangan untuk mengadu nasib. Hasilnya, Bali pun semakin padat. Ruang gerak makin terbatas. Kepadatan penduduk, terutama terkonsentrasi di kawasan-kawasan wisata.


Hingga akhir tahun 2001, Denpasar yang memiliki luas wilayah 123,98 km2 jumlah penduduknya mencapai 418.791 jiwa. Berarti tingkat kepadatannya mencapai 3.378 jiwa/km2. Padahal idealnya per km2 dihuni 2.000 - 2.500 jiwa (Menurut Drs. Nyoman Aryana, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Denpasar, dikutip dari hasil wawancara dengan majalah Sarad). Bayangkan betapa sumpeknya. Sementara kepadatan Bali sendiri pada tahun yang sama mencapai 541 jiwa per km2.



Pertumbuhan penduduk Bali yang mencapai 1,31 persen dalam dasawarsa terakhir serta kualitas pendidikan dan lapangan usaha penduduk merupakan indikator demografi yang baik untuk mengukur seberapa besar potential market Bali untuk memasarkan berbagai macam produk food dan non food serta services.


Hal ini tentu saja tidak cukup tanpa ditunjang informasi yang memadai tentang gaya hidup kelas menengah atas Bali. Kelas menengah atas Bali cukup adaptable terhadap inovasi produk, teknologi dan layanan baru (barang maupun jasa). Gaya hidup kelas menengah atas patut dicermati mengingat kelas inilah yang purchasing power-nya dapat diandalkan dalam menyerap produk barang ataupun jasa. Penggalian gaya hidup kelas menengah atas merupakan hal yang cukup penting untuk mengukur potential addressable market Bali untuk tiap jenis barang dan jasa.


Dilihat dari tingkat konsumsi rumah tangga penduduk, maka tingkat konsumsi masyarakat relatif tinggi (kurang lebih 4 triliun rupiah pada tahun 2001) dengan tingkat pertumbuhan mencapai 3,06 persen pada tahun 2001. Namun, konsumsi rumah tangga ini masih sangat dipengaruhi oleh adanya hari – hari besar keagamaan dan bulan – bulan ketika “musim panen” wisman tiba.


Hasil riset yang dilakukan Enciety Business Consult atas distribusi pengeluaran masyarakat Bali menunjukan bahwa gaya hidup masyarakat Bali merupakan perpaduan antara gaya hidup Barat dan Timur.

Ada fakta yang cukup menarik mengenai hasil riset dimana pengeluaran rata-rata masyarakat Bali untuk membayar tagihan kartu kredit mereka menempati urutan kedua setelah pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan pokok makanan dan minuman. Mereka biasa menggunakan layanan perbankan ini untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Pengeluaran lain yang cukup besar adalah pengeluaran untuk komunikasi. Pengeluaran rata-rata untuk komunikasi via telepon rumah setiap bulan mencapai Rp 415.000,- sedangkan pengeluaran rata-rata untuk telepon seluler juga cukup besar rata-rata Rp 325.000 per bulan. Pengeluaran untuk pakaian mencapai hampir 11% dan pengeluaran untuk rekreasi/ traveling mencapai lebih dari 5% dari total pengeluaran yang dilakukan masyarakat Bali. (lihat grafik)


Meski hasil riset menunjukkan bahwa rekreasi/ traveling ini merupakan aktivitas bersama yang paling sering dilakukan bersama anggota keluarga, pengeluaran untuk aktivitas ini tidak terlalu besar mengingat sebagian besar tempat hiburan favorit mereka berada di Bali sendiri, sehingga mereka hanya perlu mengeluarkan biaya transport tanpa harus mengeluarkan biaya untuk menginap. Hanya sesekali saja mereka ke luar kota atau keluar negeri baik untuk kepentingan rekreasi, bisnis maupun keluarga.




Pola distribusi pengeluaran masyarakat Bali ini tampaknya tidak lepas dari cukup gencarnya informasi yang diterima masyarakat Bali baik dari media cetak, audio visual ataupun internet.


Hasil riset yang dilakukan Enciety Business Consult terhadap masyarakat Bali menunjukkan bahwa mereka sudah sedemikian familiar dengan teknologi informasi. Internet bukan barang baru bagi mereka. Sekitar 20 % responden memiliki jaringan internet pribadi dan hampir 50% responden biasa bekerja dengan komputer dan memiliki perangkat elektronik ini di rumah mereka.


Terlepas dari itu semua, mampukah masyarakat Bali tetap menjaga agar potensi wisata yang mereka miliki tetap terjaga serta merupakan kontributor utama pertumbuhan ekonomi mereka? Optimisme dan kerja keras sangat diperlukan. Apalagi setelah adanya teror bom yang meledak di Pulau Dewata ini. Yang terpenting adalah kita mampu menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Bali merupakan tempat yang nyaman dan aman untuk dikunjungi. Semoga.

0 komentar: